Suara Dilema Pinggiran Rimba
Masyarakat yang hidup
di kawasan hutan lindung selalu mengalami dilema dalam mencukupi kebutuhan
harian, keterbatasan ekonomi yang disebabkan sempitnya lahan pertanian dan minimnya pengetahuan tentang
intensifikasi lahan pertanian membuat masyarakat pinggiran hutan harus masuk
kedalam hutan untuk memperluas lahan pertanian guna mencukupi kebutuhan hidup
mereka. Minimnya pengetahuan masyarakat tentang budidaya tanaman kopi dan intensifikasi
lahan pertanian membuat masyarakat terus memperluas kebun mereka dengan
merambah hutan dan menyulap hutan menjadi kebun kopi. Konversi hutan menjadi lahan pertanian
tentunya sangat berbahaya dan beresiko tinggi terutama pada lahan miring yang
bisa mengakibatkan longsor. Sehingga hal ini sangat perlu mendapatkan perhatian
dari semua pihak.
Keprihatinan terhadap
masyarakat dan kawasan hutan yang terus berkonversi
menjadi lahan pertanian, membuat Yayasan Ulayat Bengkulu melaksanakan
kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan intensifikasi lahan pertanian
pada Desa Naga rantai Kecamatan Padang Guci Ulu Kabupaten Kaur yang difasilitatori
oleh Bambang Arsyiogi dan Desa Rindu hati Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten
Bengkulu Tengah yang difasilitatori oleh Andy Afriza. Kegiatan pemberdayaan
masyarakat melalui intensifikasi lahan pertanian ini di motori oleh Tropical Forest Conservation Action (TFCA)
dan telah berlangsung selama tiga tahun.
Adapun kegiatan intensifikasi lahan pertanian kopi ini dengan mendatangkan narasumber
yaitu seorang Guru besar dari fakultas Pertanian Universitas Bengkulu yang
sudah lebih dari 10 tahun melakukan penelitian tentang kopi Prof. Dr. Ir Alnofri,
M.Sc,.
Kegiatan pemberdayaan masyarakat
melalui intensifikasi lahan pertanian kopi dilaksanakan dengan cara memberikan
pelatihan teknik sambung/grafting kopi kepada masyarakat agar hasil panen kopi
meningkat, sementara itu untuk meningkatkan harga jual kopi Yayasan Ulayat
Bengkulu mengajak para petani meningkatkan kualitas kopi melalui kopi petik
merah dan penjemuran dengan menggunakan alas (terpal). Hingga saat ini Yayasan
Ulayat Bengkulu telah melaksanakan penjajakan pasar kopi petik merah dibeberapa
daerah seperti Kota Bengkulu, Jakarta dan Bogor.
Melalui kegiatan ini
Yayasan Ulayat Bengkulu berharap Pemerintah ikut terlibat dan berperan aktif
dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengingat bahwa Bengkulu termasuk kedalam
segitiga emas kopi di Pulau Sumatra yang dikenal dengan istilah triangle coffee of Sumatra dengan cita
rasa yang khas dan sangat potensial untuk dikembangkan agar hutan lestari dan
kesejahteraan masyarakat dapat meningkat.
Belum ado tulisan baru yo
BalasHapusBelum ado tulisan baru yo
BalasHapusbelum sabar yo ehhehehehe
BalasHapus